Sejarah Singkat Penyusunan Alquran sebagai Mushaf
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
A. Al-Qur'an
pada Masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam
Allah
menghendaki al-Qur'an yang diturunkan itu terpelihara keorisinalannya. Sejarah
mencatat ada dua cara pemeliharaan al-Qur'an yaitu menghafal dan menuliskannya.
Di
setiap turun wahyu, Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam selalu memanggil
para penulis wahyu untuk menghafal dan mencatat wahyu yang turun, hafalan dan
penulisan itu sesuai dengan lafadz yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Para penulis wahyu bagi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika periode Makkah, antara lain:
1. Abdullah bin Abi Sarh,
2. Abu Bakar,
3. Umar bin Khaththab
4. Usman bin Affan,
5. Ali bin Abi Thalib
6. Zubair bin Awwam,
7. Khalid bin Sa'id bin Ash
8. Handhalah bin Rabi‘,
9. Syurahbil bin Hasanah
10. Abdullah bin Rawahah,dll
1. Ubay bin Ka'ab
2. Zaid bin Tsabit
Dalam
pencatatan wahyu, para penulis harus mengikuti pedoman yang telah digariskan oleh
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
antara lain mereka tidak dibenarkan menulis sedikit pun apa yang disampaikan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selain al-Qur'an. Di samping itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menetapkan letak setiap ayat bersama
suratnya masing-masing.
Bahan-bahan
yang digunakan untuk mencatat wahyu-wahyu yang turun adalah benda-benda
yang dapat ditulis dan mudah didapatkan waktu itu, seperti ar-riqa' (batu,
pelepah kurma, tulang dan sebagainya).
Cara
kedua yang digunakan dalam pemeliharaan al-Qur'an adalah melalui hafalan. Para
sahabat umumnya menghafal al-Qur'an, namun mereka yang menghafal
keseluruhannya tidak banyak, antara lain :
1. Ubay bin Ka'ab,
2. Mu'adz bin Jabal,
3. Zaid bin Tsabit,
4. Abu Zaid,
5. Abu Darda',
6. Sa'ad bin Ubaid,
7. Usman bin Affan dan lain-lain.
Jumlah sahabat yang menghafal sebagian
besar al-Qur'an banyak sekali. Mereka inilah yang disebut al-Qurra' atau al-Huffadz yang ketika memerangi Musailamah
al-Kadzdzab banyak di antara mereka yang mati terbunuh sebagai syuhada'.
Melalui dua cara inilah, hafalan dan
tulisan, al-Qur'an sampai sekarang tetap terpelihara keorisinalannya.
B. Al-Qur'an
pada Masa Khalifah Abu Bakar & Umar
Setelah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam Wafat
tahun 11 H. Abu Bakar diangkat menjadi khalifah mengantikannya.
1. Kaum muslimin banyak yang murtad.
2. Tidak mau membayar zakat.
3. Ada beberapa orang yang mengaku Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam palsu yang memberontak terhadap Abu Bakar,
seperti Musailamah al-Kadzdzab, Aswad al-Ansi, Saja'ah binti al-Haris dan
lain-lain.
Akibatnya ketenteraman masyarakat,
stabilitas keamanan dan politik terancam. Semua itu memaksa khalifah mengambil
tindakan tegas dan keras.
Akhirnya pecahlah perang yang sengit di
Yamamah melawan pasukan Musailamah. Berguguranlah korban di kedua belah pihak. Di
antara para sahabat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang gugur,
terdapat 70 orang mereka yang hafal al-Qur'an.
Sejarah mencatat, Umarlah orang yang
pertama tanggap terhadap kematian para penghafal al-Qur'an itu. Ia berasumsi, bila
pertempuran semacam ini sering terjadi maka akan hilang sebagian besar
al-Qur'an dan keutuhannya menjadi terancam sebab al-Qur'an di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam baru sampai pada tahap pencatatan pada
berbagai benda dan dihafal oleh para sahabat, belum sempat dibukukan, jadi
masih terpencar-pencar, baik dalam dada para penghafalnya, maupun dalam
catatan-catatan para penulis wahyu.
Jadi cukup beralasan bila Umar khawatir
terhadap eksistensi al-Qur'an akan terancam dengan makin banyaknya para
penghafal al-Qur'an yang meninggal dunia. Mengingat kondisi yang kritis ini, Umar
mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar supaya al-Qur'an yang sudah ditulis di masa
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu dihimpun dalam satu kitab.
Pada mulanya Abu Bakar menolak dengan
alasan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah melakukannya. Ia khawatir, kalau-kalau perbuatan
tersebut menyeleweng dari garis yang telah ditetapkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Akhirnya setelah melalui
diskusi yang relatif lama antara kedua tokoh itu, Allah membukakan hati Abu
Bakar menerima dan melaksanakan gagasan Umar tersebut.
Lalu ia memanggil Zaid bin Tsabit, salah
seorang penulis wahyu yang berpengetahuan luas dan jujur, untuk meneliti
kembali naskah-naskah al-Qur'an yang telah ditulis ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup. Pada mulanya ia menolak seperti
Abu Bakar. Ketika inilah Zaid berkata "memindahkan
sebuah gunung jauh lebih mudah bagiku dari pada meneliti dan menghimpun
al-Qur'an". Tapi setelah melalui proses yang agak lama untuk
meyakinkan Zaid, maka Allah membukakan
hatinya untuk menerima gagasan itu dan akhirnya ia mau melaksanakan perintah
khalifah tersebut.
Dalam melaksanakan tugas itu Zaid dan Umar
senantiasa berpedoman kepada garis yang ditetapkan oleh Abu Bakar, yaitu tidak
dibenarkan menerima dan menuliskan sesuatu dari kitab Allah kecuali bila
didukung oleh dua saksi, yaitu hafalan dan tulisan.
Dengan menggunakan pedoman tersebut, akhirnya
Zaid berhasil menghimpun al-Qur'an dalam bentuk buku yang kemudian diberi nama
Mushhaf. Kemudian disimpan di rumah Abu Bakar. Setelah beliau wafat,
disimpan di rumah Umar, dan sepeninggal Umar disimpan di rumah Hafshah, putri
Umar, yang juga salah seorang mantan istri Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
C. Al-Qur'an
pada Masa Khalifah Utsman
Tidak
diingkari bahwa selain mushhaf yang resmi ini, juga ada mushhaf-mushhaf lain
yang disusun oleh sahabat-sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti Mushhaf Ibnu Mas'ud, Mushhaf Ali,
Mushhaf Ubay bin Ka'ab dan sebagainya. Namun semua itu bersifat pribadi,
sebaliknya mushhaf yang resmi ini untuk memenuhi kepentingan umat secara
keseluruhan. Itulah sebabnya mushhaf mereka tidak memiliki ciri-ciri yang
dijumpai pada mushhaf Abu Bakar, yang antara lain:
1. Ketelitian penulisannya
2. Khusus memuat ayat-ayat yang tidak dimansukh bacaannya
3. Mendapat kesepakatan dari para umat/sahabat atas keaslian dan
kemutawatirannya
4. Dapat dibaca dalam tujuh huruf/dialek.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kelonggaran kepada para sahabat
untuk membaca al-Qur'an lebih dari satu huruf/dialek sesuai dengan yang
diajarkan oleh malaikat Jibril demi memudahkan ummat membaca dan menghafalnya. Dispensasi yang diberikan itu kemudian
menimbulkan berbagai bacaan di kalangan sahabat. Lalu mereka meyebar ke seluruh
wilayah Islam untuk mengajarkan al-Qur'an kepada umat. Mereka mengajarkan
al-Qur'an sesuai dengan qiraat yang mereka terima dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Penduduk Syam menerima qiraat dari Ubay bin
Ka'ab, Kufah mengikuti
qira'at Ibnu Mas'ud dan yang lain menurut qira'at Abu Musa al-Asy'ari,
dan sebagainya. Perbedaan qira'at tersebut pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terus ke masa pemerintahan Umar belum
menimbulkan dampak negatif di tengah masyarakat karena para sahabat memahami
dengan baik latar belakang terjadinya perbadaan itu.
Tapi kerukunan itu tidak bertahan lama, sekitar
6 tahun setelah Usman menjadi khalifah mulai timbul persoalan yang berekor
menjadi percekcokan yang tajam di tengah masyarakat, bahkan antara satu
aliran qira'at dengan yang lain saling mengkafirkan karena masing-masing pihak
meyakini qiraatnyalah yang benar dan yang lain salah seperti yang terjadi
antara penduduk Syam dan Iraq. Maka
sangat masuk akal bila timbul pertikaian yang tajam di kalangan mereka sebagai
akibat logis dari perbedaan qiraat yang dapat membuat pengertian ayat menjadi
rancu.
Adalah Hudzaifah bin al-Yaman
mengusulkan kepada kholifah Usman agar beliau menyatukan mereka pada satu
mushhaf induk yang akan dijadikan satu-satunya pedoman di seluruh wilayah
negara yang pada waktu itu telah membentang luas mulai dari daerah-daerah
Persia sampai ke Afrika utara. Atas usulan tersebut, khalifah segera meminjam
mushhaf Abu Bakar yang disimpan di rumah Hafshah dan berjanji akan
mengembalikannya lagi setelah dipakai..
kemudian ia membentuk tim yang diketuai
oleh Zaid bin Tsabit dengan anggota-anggota Abdullah bin Zubair, Sa'id bin
'Ash, dan Abdul haris bin Hisyam. Tugas tim ini adalah meneliti kembali
ayat-ayat al-Qu'an dengan menjadikan mushhaf
Abu Bakar sebagai standar.
Penulisan al-Qur'an pada tahap ini bukan
sekedar menyalin Mushhaf Abu Bakar , melainkan sekaligus menyatukan
penulisannya ke dalam bahasa Quraisy karena al-Qur'an memang diturunkan
dalam bahasa tersebut.
Dengan menerapkan kriteria yang digariskan
Khalifah Usman itu, maka tim tersebut berhasil membuat beberapa mushhaf. Ada
pendapat yang menyatakan bahwa jumlah mushhaf itu ada tujuh buah. Kemudian
dikirim ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, dan Kufah, serta satu
disimpan di rumah Khalifah di Madinah sebagai pegangan Khalifah yang kemudian
terkenal dengan sebutan "Mushhaf
al-Imam".
Seiring dengan pengiriman mushhaf-mushhaf
tersebut, Khalifah Usman memerintahkan supaya dimusnahkan semua shuhuf dan
mushhaf lain yang tidak sama dengannya termasuk mushhaf pribadi para sahabat
seperti Mushhaf Ibnu Mas'ud, Mushhaf
'Aisyah, Mushhaf Ali, Mushhaf Ubay bin Ka'ab, Mushhaf Salim, Maula Abu
Hudzaifah dan sebagainya.
Demikian sejarah singkat penyusunan Alqur’an,
Semoga Alloh merahmati para sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
telah menghafal, mengamal dan memperjuangkan Alqur’an,
Dan semoga Alloh menjadikan kita, keluarga
kita dan keturunan kita sebagai pelanjut generasi qur’ani
Wallohu a’lam
Bandung, 20 Juli 2018
Ngubaidillah.,M.Pd