بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
Ada sebagian
kaum muslim yang menghadapi beberapa permasalahan yang pelik. Dalam hal ini,
anak yang shaleh mempunyai orang tua yang kurang shalih atau kafir atau bahkan menghadapi
orang tua yang telah keluar dari agama Islam atau murtad.
Hal ini
tentu membuat anak sedih dan dilema. Sedihnya, karena orang yang dicintainya
telah jauh dari Alloh, dan dilemanya bagaimanapun dengan orang tua harus
berbakti.
Lalu
bagaimana syariat Islam dalam menanggapi hal ini?
Ketahuilah,
jika kita menghadapi hal itu, mari bersabar. Karena seorang sahabat Rasulullah
pun pernah mengalaminya, yaitu Saad bin Abi Waqash ( kisah selengkapnya klik disini ), bahwa beliau setelah masuk Islam mengikuti ajakan Abu Bakar, ibunya
sangat menentang. Bahkan ibunya mengancam tidak akan makan dan bicara kalau
Saad tidak keluar dari Islam. Maka turunlah ayat terkait kasus itu
وَوَصَّيْنَا
الإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ
بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ
تَعْمَلُونَ
“Dan Kami wasiatkan kepada manusia
(berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu,
lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS.
al Ankabut: 8)
Ayat ini
menjadi dasar, keharusan dan ketentuan dalam berbakti kepada orang tua yang
beriman maupun yang tidak beriman atau kafir. Kafir yang dimaksud pada
permasalahan ini bukan kafir harbi (kafir yang menentang dan memerangi Islam).
Akan tetapi
Alloh memberikan batasan atau ketentuan cara berbakti kepada orang tua
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا طَاعَةَ
لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam
rangka durhaka kepada Allah” [HR. Tirmidzi]
Jadi jika
orang tua mengajak atau memerintahkan kepada anak untuk melakukan suatu hal
yang mendurhakai Alloh atau bertentangan dengan syariat, seperti menyekutukan
Alloh dengan mengikuti agama orang tua, maka anak wajib menolaknya.
Allah
Ta’ala berfirman,
وَإِنْ جَاهَدَاكَ
عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا
فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ
مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS.
Lukman: 15).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
عَلَى الْمَرْءِ
الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا
أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat
dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk
bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban
mendengar dan taat” (HR. Bukhari no. 7144).
Kesimpulan
1. Wajibnya
berbakti kepada kedua orangtua bagaimanapun kondisinya.
2. Ketaatan
kepada orangtua hanya dalam kebaikan saja, tidak boleh mentaati mereka dalam
kemaksiatan.
3. Mendahulukan
ketaatan kepada Allah dibanding ketaatan kepada orangtua, karena hak Allah
lebih diutamakan dari hak siapa saja.
4. Hendaklah
seorang muslim mempergauli orang tuanya dengan baik, walaupun orantuanya masih
dalam kondisi mensyerikatkan Allah.
5. Tidak
putus asa dalam membimbing orangtua kepada kebenaran.
6. Dan selalu
mendoakan agar orang tua mendapatkan hidayah
7. Dan semoga
Alloh menjaga keimanan kita selamanya
Wallahu a’lam
Bandung,
14 Juli 2018