Apakah tanda hitam di jidad sebagai ahli sujud?
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
Sebelumnya kita uraikan permasalahan yang
ada berdasarkan dalil yang ada
1.
Yang dimaksud
tanda sujud dalam dalil al qur’an
2.
Hadits
tentang tanda hitam di wajah
3.
kesimpulan
1.
Tanda sujud
dalam al qur’an / atsarussujud
(bekas sujud)
Ayat yang terkait masalah atsar sujud
adalah firman Allah ta’ala :
مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ
فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan
orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka
dari atsarussujud (bekas sujud).” (QS. al Fath:29).
Lalu bagaimana penafsiran para ulama
terkait bekas sujud? Apakah ditafsirkan dengan jidad hitam?
Tafsir Al-Qurthubi (16/291) : Disebutkan
dalam tafsir tersebut bahwa Ibnu Abbas dan Mujahid menafsirkan kata atsarussujud (bekas sujud) sebagai : khusyu’
dan tawadlu’.
Tafsir Fathul Qadir (5/ 55) : juga memaknai
dengan arti yang sama.
Jami’ al-Bayan (26/ 141) : sang penulis
kitab ini -Ibn Jarir al-Thabari - mengutip perkataan Muqatil bin Hayyan dan Ali
bin Mubarak dari al-Hasan bahwa yang dimaksud “min atsari sujud” disana adalah cahaya yang tampak pada wajah orang-orang
beriman pada Hari Kiamat kelak sebagai bekas shalat dan wudlu’nya. Bahkan di
dalam Tafsirnya tersebut, Ibn Jarir juga mengutip perkataan sahabat Ibn Abbas
yang menolak penafsiran ayat secara literal dengan kata-kata : “Hal itu bukanlah seperti yang kalian kira,
karena maksudnya (dari kalimat min atsari sujud) adalah tanda-tanda ke-islaman
(ketundukan dan kepasarahan) serta kekhusyu’an.”
Thabari juga meriwayatkan dengan sanad hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalah shalat” (Tafsir
Mukhtashar Shahih hal 546).
Demikian juga Allamah Thabathaba’i di dalam
Tafsir al-Mizan-nya, Juz 18, halaman 326, menafsirkan ayat tersebut dengan
penafsiran maknawi bukan zhahiri.
Dan terakhir, Tafsir Al-Nur al-Tsaqalayn,
menafsirkan kalimat min atsari sujud pada ayat tersebut dengan mengutip
perkataan al-Shadiq : “huwa al-sahr fi al-shalah” : itu (bekas sujud) adalah banyaknya shalat malam pada waktu sebelum
fajar/subuh.
Jadi kesimpulannya bekas sujud dalam al
qur’an terlalu sempit maknanya jika diartikan secara tekstual, yaitu sama
dengan jidad hitam. Jika penafsiran itu benar, tapi kebanyakan ulam tidak
menafsirkan seperti itu
2.
Hadits terkait sujud dan jidad hitam
Ternyata di dalam teks hadits, ada celaan
untuk orang yang sengaja menjadikan jidadnya hitam
Dalam Sunan Kubro karangan Imam Baihaqi
diterangkan;
عَنْ سَالِمٍ
أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ
: مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً
سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ
عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟
Dari
Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang
tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”.
“Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas
sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya,
“Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat
dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas
tersebut pada dahiku?” (Riwayat
Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)
Dalam redaksi lain dari Ibnu Umar juga
عَنِ ابْنِ
عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ
وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.
Dari
Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud.
Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu
terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no
3699).
عَنْ حُمَيْدٍ
هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ
جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ :
قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ
عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.
Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di
dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin
Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi
Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah aku telah shalat
dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah
memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro
no 3701).
عَنْ مَنْصُورٍ
قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ
أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ
بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ
الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.
Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid
tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’ apakah yang dimaksudkan adalah
bekas di wajah? Jawaban beliau, “Bukan, sungguh seseorang diantara kamu yang
ada ‘Tanda’ di antara kedua matanya itu bagaikan ‘benjolan’ yang ada pada lutut
kambing/onta adalah adalah orang bejat. Karena itu, Tanda yang dimaksudkan,
dalam ayat tersebut, adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro
no 3702).
Kita
simpulkan
1.
Sebagian
besar ulama tidak menafsirkan أَثَرِ السُّجُودِ (
bekas sujud) berupa jidad hitam
2.
Dilarang
sengaja membuat tanda hitam di jidad, agar orang lain mengira kita ahli sujud,
sehingga menjadi RIYA
3.
Ketika kita
melihat Orang yang mempunyai tanda hitam di jidadnya, kita husnudzan, bahwa dia
adalah ahli sujud,
4.
Ketika ada
tanda hitam di jidad kita, berusaha semaksimal mungkin agar terhindar dari
RIYA, UJUB, TAKABUR. Bahkan semakin perbanyak meminta perlindungan Alloh, agar
tidak termasuk orang yang dicela sebagaimana hadits di atas
5.
Semoga Alloh
menjadikan kita, keluarga kita, dan keturunan kita sebagai ahli sujud yang
IKHLAS
Wallohu a’lam
Bandung, 22 Juli 2018
Ngubaidillah.,M.Pd