Sejarah Riba
Riba tidak hanya dikenal dalam Islam saja,
tetapi dalam agama lain (non-Islam) riba telah kenal dan juga pelarangan atas
perbuatan pengambil riba, bahkan sejak zaman kejayaan Athene, Solon telah
membuat undang-undang yang melarang riba. Ahli-ahli filsafat seperti Plato dan
Aristoteles pun tidak membenarkan riba. Mereka menganggap bunga uang bukan
keuntungan yang wajar karena pemilik uang tersebut tidak turut serta menanggung
resiko
Masa Yunani Kuno
Bangsa Yunani kuno mempunyai peradaban
tinggi, peminjaman uang dengan memungut bunga dilarang keras. Ini tergambar
pada beberapa pernyataan Aristoteles (384 -322 SM) berpendapat bahwa fungsi
uang adalah sebagai alat tukar (medium of exchange) bukan alat untuk
menghasilkan tambahan melalui bunga. Bunga menurutnya adalah uang yang berasal
dari uang yang keberadaannya dari sesuatu yang asalnya tidak akan terjadi, oleh
karena itu bunga adalah suatu yang tidak adil.
"Bunga uang tidaklah adil"
"Uang seperti ayam betina yang
tidak bertelur"
"Meminjamkan uang dengan bunga adalah
sesuatu yang rendah derajatnya"
Selain itu, Plato (427 -347 SM) juga
mengecam sistem bunga berdasarkan dua alasan yaitu, pertama: bunga
menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat, kedua:
bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin.
Masa Romawi
Kerajaan romawi melarang setiap jenis
pemungutan bunga atas uang dengan mengadakan peraturan-peraturan keras guna
membatasi besarnya suku bunga melalui undang-undang. Kerajaan Romawi adalah
kerajaan pertama yang menerapkan peraturan guna melindungi para peminjam.
Para ahli filsafat Romawi, juga mengecam
praktek pengambilan bunga dengan alasan yang kurang lebih sama dengan yang
dikemukakan ahli filsafat Yunani
Cicero memberi nasehat kepada anaknya agar
menjauhi dua pekerjaan yaitu memungut cukai dan memberi pinjaman
Cato memberikan dua ilustrasi untuk
melukiskan perbedaan antara perniagaan dan memberi pinjaman
Perniagaan adalah pekerjaan beresiko tinggi
sedangkan memberi pinjaman (dengan bunga) adalah sesuatu yang tidak sopan.
Dalam tradisi mereka seorang pencuri akan didenda dua kali lipat sedangkan
pemakan bunga akan didenda empat kali lipat
Menurut Yahudi
Yahudi juga mengharamkan seperti termaktub
dalam kitabnya, menurut kitab orang Yahudi yang disebutkan dalam Perjanjian
Lama kitab
keluaran ayat 25 pasal 22: "Bila
kamu menghutangi seseorang diantara warga bangsamu uang, maka janganlah kamu
berlaku laksana seorang pemberi hutang, jangan kamu meminta keuntungan padanya
untuk pemilik uang".
Dan pada pasal 36 disebutkan: "Supaya
ia dapat hidup di antaramu janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari
padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat
hidup diantaramu".
Namun orang Yahudi berpendapat bahwa riba
itu hanyalah terlarang kalau dilakukan dikalangan sesama Yahudi, dan tidak
dilarang dilakukan terhadap kaum yang bukan Yahudi. “Janganlah engkau membungakan kepada
saudaramu, baik uang maupun bahan makanan atau apapun yang dapat dibungakan.
Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah
engkau memungut bunga…” (Kitab Ulangan 23 : 19 -20)
Mereka mengharamkan riba sesama mereka
tetapi menghalalkannya kalu pada pihak yang lain. Dan inilah yang menyebabkan
bangsa Yahudi terkenal memakan riba dari pihak selain kaumnya. Berkaitan dengan
kedhaliman kaum Yahudi inilah, Allah dalam al-Qur'an surat an-Nisa' ayat
160-161 tegas-tegas mengatakan bahwa perbuatan kaum Yahudi ini adalah riba
yaitu memakan harta orang lain dengan jalan BATHIL, dan Allah akan menyiksa
mereka dengan siksaan yang pedih.
Menurut Kristen
Berbeda dengan orang Yahudi, orang Kristen
memandang riba haram dilakukan bagi semua orang tidak terkecuali siapa orang
tersebut dan dari agama apapun, baik dari kalangan Kristen sendiri ataupun
non-Kristen. Menurut mereka (tokoh-tokoh Kristen) dalam perjanjian lama kitab
Deuntoronomy pasal 23 pasal 19 disebutkan: "Janganlah engkau
membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makanan atau apapun
yang dapat dibungakan".
Kemudian dalam perjanjian baru di dalam
Bibel Lukas ayat 34 disebutkan: "Jika kamu menghutangi kepada orang
yang engkau harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatan kamu.
Tetapi berbuatlah kebaikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan
kembalinya, karena pahala kamu sangat banyak".
Pengambilan bunga uang dilarang gereja
sampai pada abad ke-13 M. pada akhir abad ke-13 timbul beberapa faktor yang
menghancurkan pengaruh gereja yang dianggap masih sangat konservatif dan
bertambah meluasnya pengaruh mazhab baru, maka piminjaman dengan dipungut bunga
mulai diterima msyarakat.
Para pedagang berusaha menghilangkan
pengaruh gereja untuk menjastifikasi beberapa keuntungan yang dilarang oleh
gereja. Ada beberapa tokoh gereja yang beranggapan bahwa keuntungan yang
diberikan sebagai imbalan administrasi dan kelangsungan organisasi dibenarkan
karena bukan keuntungan dari hutang. Tetapi sikap pengharaman riba secara
mutlak dalam Kristen dengan gigih ditegaskan oleh Martin Luther, tokoh gerakan
Protestan. Ia mengatakan keuntungan semacam itu baik sedikit atau banyak, jika
harganya lebih mahal dari harga tunai tetap riba.
Referensi :
Rusli
Karim (1992), Berbagai Aspek Ekonomi
Islam, Yogyakarta: PT Tiara Wacana
Gedung
Pusat Pengembangan Islam, Buku Pintar BMT
Unit Simpan Pinjam dan Grosir, Surabaya:Pinbuk
Karnaen
Purwaatmaja, (1997).Apakah Bunga sama
dengan Riba?, Jakarta: LPPBS
Wallohu a’lam
Ngubaidillah.
Bandung,
21 Juni 2018