Puasa Syawal
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
Dalil
Puasa Syawal
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه
Dari
Abu Ayyub al Anshari Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diiringi
dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka dia seperti puasa sepanjang
tahun”. [" [Riwayat Muslim 1984, Ahmad 5/417, Abu Dawud 2433, AtTirmidzi 1164]].
Hukum
Puasa Syawal
Hukumnya adalah sunnah:
"Ini adalah hadits shahih yang menunjukkan bahwa berpuasa 6 hari pada
Syawal adalah sunnah. Asy-Syafi'i, Ahmad dan banyak ulama terkemuka
mengikutinya. Tidaklah benar untuk menolak hadits ini dengan alasan-alasan yang
dikemukakan beberapa ulama dalam memakruhkan puasa ini, seperti; khawatir orang
yang tidak tahu menganggap ini bagian dari Ramadhan, atau khawatir manusia akan
menganggap ini wajib, atau karena dia tidak mendengar bahwa ulama salaf biasa
berpuasa dalam Syawal, karena semua ini adalah perkiraan-perkiraan, yang tidak
bisa digunakan untuk menolak Sunnah yang shahih. Jika sesuatu telah diketahui,
maka menjadi bukti bagi yang tidak mengetahui." [Fataawa Al-Lajnah
Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/389]
Faedah
Berpuasa Enam Hari di Bulan Syawal
1. Berpuasa
enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan akan menyempurnakan ganjaran
berpuasa setahun penuh.
2. Puasa
Syawal dan puasa Sya’ban seperti halnya shalat rawatib qobliyah dan ba’diyah.
Amalan sunnah seperti ini akan menyempurnakan kekurangan dan cacat yang ada
dalam amalan wajib. Setiap orang pasti memiliki kekurangan dalam amalan wajib.
Amalan sunnah inilah yang nanti akan menyempurnakannya.
3. Membiasakan
berpuasa setelah puasa Ramadhan adalah tandaditerimanya amalan puasa Ramadhan.
Karena Allah Ta’ala jika menerima amalan hamba, maka Dia akan memberi taufik
pada amalan sholih selanjutnya. Sebagaimana sebagian salaf mengatakan, ”Balasan
dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan
kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikanselanjutnya, maka itu adalah tanda
diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula orang yang melaksanakan kebaikan
lalu dilanjutkan dengan melakukan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya
atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.”
4. Karena
Allah telah memberi taufik dan menolong kita untukmelaksanakan puasa Ramadhan
serta berjanji mengampuni dosa kita yang telah lalu, maka hendaklah kita mensyukuri
hal ini dengan melaksanakan puasa setelah Ramadhan. Sebagaimana para salaf dahulu,
setelah malam harinya melaksanakan shalat malam, di siang harinya mereka
berpuasa sebagai rasa syukur pada Allah atas taufik yang diberikan. (Disarikan
dari Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali)
Apakah
harus dilaksanakan berurutan.?
"Hari-hari ini
(berpuasa syawal-) tidak harus dilakukan langsung setelah ramadhan. Boleh
melakukannya satu hari atau lebih setelah 'Id, dan mereka boleh menjalankannya
secara berurutan atau terpisah selama bulan Syawal, apapun yang lebih mudah
bagi seseorang. ... dan ini (hukumnya-) tidaklah wajib, melainkan sunnah."
[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/391]
Imam An-Nawawi
rahimahullah berkata: "Shahabat-shahabat
kami berkata: adalah mustahab untuk berpuasa 6 hari Syawal. Dari hadits ini
mereka berkata: Sunnah mustahabah melakukannya secara berurutan pada awal-awal
Syawal, tapi jika seseorang memisahkannya atau menunda pelaksanaannya hingga
akhir Syawal, ini juga diperbolehkan, karena
dia masih berada pada makna umum dari hadits tersebut. Kami tidak berbeda
pendapat mengenai masalah ini dan inilah juga pendapat Ahmad dan Abu
Dawud." [Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab]
Mendahulukan
Puasa Qadha atau Puasa Syawal?
Sebagian besar para ulama
membolehkan untuk mendahulukan puasa enam hari bulan Syawal ini, karena
berdasarkan keumuman hadits di berikut ini:
عن ثوبان عن النبي صلى االله عليه وسلم قال: ((من صام رمѧضان, فѧشهر بعѧشرة أشѧهر وصѧيام سѧتة أيام بعد الفطر, فذلك تمام صيام السنة)) [رواه أحمد والنسائى وابن ماجه ]
Artinya: Rasulullah saw
bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, maka puasa satu
bulan sama dengan puasa sepuluh bulan, ditambah dengan puasa enam hari pada
bulan Syawal, maka genaplah sama dengan puasa satu tahun" (HR. Ahmad,
Nasa'i dan Ibn Majah).
Sebagian ulama
mensyaratkan harus mengqadha terlebih dahulu, berdasarkan hadits dari Abu Ayyub
di atas bahwa dalam hadits tersebut menggunakan kata-kata: "kemudian
diikuti dengan puasa enam hari pada bulan Syawal". Kata-kata ini oleh
kelompok tersebut dipahami keharusan mengganti yang wajib dulu, puasa qadha
dulu.
Hanya saja, penulis tetap
berkesimpulan untuk mengambil keumuman hadit dari Tsauban di atas yang tidak
mensyaratkan keharusan mengqadha dahulu, terlebih sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya,
bahwa mengqadha puas Ramadhan itu tidak mesti segera, dan Siti Aisyah pun, sebagaimana
haditsnya: "Saya pernah bolong berpuasa pada bulan Ramadhan, dan saya tidak dapat
mengqadhanya melainkan hanya pada bulan Sya'ban" (HR. Bukhari Muslim).
Hadits di atas menunjukkan
bahwa mengqadha puasa Ramadhan yang tertinggal boleh dilaksanakan kapan saja,
karena buktinya Siti Aisyah pun baru dapat mengqadhanya pada bulan Sya'ban.
Kalau saja mengqadha puasa Ramadhan yang tertinggal ini harus sesegera mungkin,
tentu Siti Aisyah akan segera melaksanakannya.
Berdasarkan hadits ini juga
Ibn Hajar al-Asqalany (Fathul Bari: 4/191) berpendapat: "Hadits ini
menjadi dalil bolehnya mengakhirkan mengqadha puasa pada bulan Ramadhan yang
tertinggal baik karena udzur (maksudnya tidak dapat segera mengqadhanya karena
sakit atau udzur lainnya), maupun tanpa ada udzur (tidak ada alasan untuk mengakhirkan
mengqadha puasa".
Pendapat
Imam Mazhab tentang Qadha Puasa dulu atau Puasa Syawal dulu
Pertama, bolehnya puasa sunah
sebelum qadha puasa Ramadan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Ada yang
mengatakan boleh secara mutlak dan ada yang mengatakan boleh tetapi makruh.
Al-Hanafiyah berpendapat, ‘Boleh melakukan puasa sunah sebelum qadha
Ramadan karena qadha tidak wajib dikerjakan segera. Namun, kewajiban qadha
sifatnya longgar. Ini merupakan salah riwayat pendapat Imam Ahmad.’
Adapun Malikiyah dan
Syafi’iyah menyatakan bahwa boleh berpuasa sunah sebelum qadha, tetapi hukumnya
makruh, karena hal ini menunjukkan sikap lebih menyibukkan diri dengan amalan
sunah sebelum qadha, sebagai bentuk mengakhirkan kewajiban.
Kedua, haram melaksanakan puasa
sunah sebelum qadha puasa Ramadan. Ini adalah pendapat Mazhab Hanbali.
Pendapat yang kuat dalam
hal ini adalah pendapat yang menyatakan bolehnya puasa sunah sebelum qadha
karena waktu meng-qadha cukup longgar,
dan mengatakan tidak boleh puasa sunnah sebelum qadha itu butuh dalil.
Sementara, tidak ada dalil yang bisa dijadikan acuan dalam hal ini.”
Semoga Alloh selalu
membimbing kita dalam ketaatan, sehingga Alloh mengampuni dosa kita dan
memasukan kita ke surga-Nya bersama Rasulullah
Wallahu
'alam.
Ngubaidlillah.,.M.Pd
Bandung,
17 Juni 2018 / 2 Syawal 1439 H
Referensi
Ibnu Hajar Asqalani, Fathul Bari
M Abduh Tuasikal, Panduan Ramadhan