KISAH NABI : MUSA DAN MALAIKAT MAUT
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam memberitakan kepada kita bahwa di antara
kemuliaan para Nabi di sisi Allah adalah bahwa mereka diberi pilihan menjelang
kematian, antara hidup di dunia atau berpindah ke Rafiqil A’la. Dalam beberapa hadits shahih dari Aisyah, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam diberi pilihan, dan beliau memilih Rafiqil A’la.
Allah mengutus Malaikat maut yang menjelma
dalam wujud seorang laki-laki kepada Musa. Malaikat meminta agar Musa menjawab
panggilan Tuhannya. Ini berarti bahwa ajalnya telah tiba dan saatnya telah dekat.
Musa memiliki temperamental yang cukup tinggi, karenanya dia menempeleng wajah
Malaikat maut dan merusak matanya (mata manusia).
Karena seandainya dia dalam wujud aslinya,
yakni Malaikat, niscaya Musa tidak akan mampu menempelengnya. Tidak akan bisa! Malaikat
maut kembali kepada Allah untuk mengadukan apa yang diperolehnya dari Musa.
Lalu Allah menyembuhkan matanya dan menyuruhnya kembali kepada Musa, agar meletakkan
tangannya di atas punggung sapi, kemudian rambut-rambut yang tertutup oleh
tangannya itu dihitung dan satu helai rambut satu tahun. Maka ajal Musa sama
dengan jumlah rambut itu. Dengan itu Musa mendapatkan kehidupan yang panjang.
Jika Musa melakukan itu, niscaya dangan
tidak menutup kemungkinan dia tetap hidup sampai hari ini. Akan tetapi,
manakala Musa bertanya kepada Malaikat maut tentang apa yang ada di balik kehidupan
panjang tersebut, dia dijawab, ’Maut.’ Maka Musa memilih yang dekat. Apa yang
ada di sisi Allah bagi para Rasul dan Nabi-Nya, serta hamba-hamba- Nya yang
shalih, adalah lebih baik dan lebih kekal.
Jika roh para syuhada berada di perut
burung hijau yang beterbangan di kebun-kebun Surga, memakan buah-buahnya, minum
dari sungainya dan berlindung di lampu-lampu yang bergantungan di atap ’Arasy Allah,
maka kehidupan para Nabi dan Rasul adalah di atas semua itu. Apa yang didapat
oleh Musa seandainya dia hidup sampai hari ini, dia pasti memikul kesulitan-kesulitan
dunia dan ujian-ujiannya.
Dia akan menyaksikan peristiwa-peristiwa
besar yang terjadi sepanjang sejarah yang membuat pikiran sibuk dan hati
bersedih. Bukankah lebih baik dia berada di Rafiqil
A’la dengan para Rasul dan para Nabi menikmati kenikmatan Surga, daripada
hidup di rumah kesengsaraan dan ujian?!
Musa diminta untuk memilih dan dia telah
memilih kembali kepada Allah daripada kehidupan yang lama dan panjang. Apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan
lebih kekal dan Akhirat lebih baik daripada dunia. Musa memohon kepada Allah
pada waktu ruhnya dicabut agar didekatkan kepada tanah yang suci sejauh
lemparan batu. Permintaan Musa ini adalah wujud kecintaannya kepada tanah suci
yang bercokol di dalam jiwanya, sehingga dia meminta dikubur di perbatasannya,
dekat dengannya. Tetapi Musa tidak meminta kepada Allah agar mematikannya di
tanah suci, karena dia mengetahui bahwa Allah mengharamkannya atas generasi di mana
Musa berasal.
Ini sebagai hukuman atas ketidaktaatan mereka
kepada perintah Tuhan mereka agar masuk tanah suci seperti yang telah Allah
tulis untuk mereka. Mereka berkata, "Pergilah
kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti di sini saja." (QS. Al-Maidah: 24). Lalu Allah menulis
atas mereka kesesatan selama empat
puluh tahun di gurun Sinai. Allah
menjawab doa Musa.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah menyampaikan kepada kita bahwa kuburan
Musa terletak di pinggiran tanah suci
di dataran pasir merah. Seandainya
beliau di sana, niscaya beliau menunjukkan tempat itu kepada sahabat-sahabatnya.
Pelajaran-Pelajaran
Dan Faedah-Faedah Hadits
1. Hadits ini
menunjukkan bahwa sebelum nyawa para Nabi dicabut, mereka diberi pilihan antara
terus hidup atau berpindah kepada rahmatullah, sebagaimana Musa diberi pilihan.
Aisyah telah mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam bersabda pada waktu
beliau sakit menjelang wafatnya, "Ya
Allah, Rafiqul A’la." Aisyah mengerti bahwa beliau diberi pilihan maka
beliau memilih.
2. Kemampuan
Malaikat menjelma dalam wujud manusia, sebagaimana Malaikat maut yang
mendatangi Musa dalam wujud manusia.
3. Kematian
adalah haq dan pasti. Jika ada yang lolos dari maut, tentulah mereka adalah
para Nabi dan Rasul.
4. Kedudukan Musa
di sisi Allah. Musa menampar Malaikat maut hingga rusak matanya. Kalau saja
bukan karena kemuliaan Musa di hadapan Allah, mungkin Malaikat akan membalasnya
dengan keras.
5. Keberadaan
kubur Musa di tepi perbatasan tanah suci, dan Rasulullah mengetahui tempat
kuburnya. Beliau menunjukkan sebagian alamat kuburnya, yaitu di tepi jalan di
tanah pasir merah.
6.
Keinginan Musa
agar kuburnya dekat dengan tanah suci, dan diperbolehkan saja bagi siapa saja
yang ingin mati di tanah suci.
7. Tanah suci
yang diberkahi memiliki batasan. Musa meminta kepada Allah agar mendekatkan
kuburnya darinya sejauh batu dilempar. Karenanya, Musa dikubur di luar, di pinggirannya.
Wallohu a’lam
Referensi :
DR. ‘Umar Sulaiman al-Asyqor, Kisah-Kisah Shahih Dalam Al-Qur’an Dan
Sunnah, Pustaka Elba, Surabaya [Guru Besar Universitas Islam Yordania]