Bismillah
Allohumma shalli ‘ala Muhammad
Wa ‘ala alihi Wa Ash habihi Ajma’in
Amma ba’du
setelah
saya tulis momen paling mengesankan di Pesantren Modern Nurul Iman – Bogor (baca disini),Ada beberapa momen lagi yang juga berkesan, di antaranya
1. Berani sengsara, jika ingin
mulia
Hal ini sangat
berkesan, karena hidup di sini sangat memprihatinkan. Bahkan selama saya masuk
pesantren, tidak ada satu pun yang sengsara nya melebihi di pesantren ini. Dari
bangun tidur sampai persiapan mau tidur, penuh dengan sengsara. Kenapa saya
bilang sengsara, karena sengsara itu lah yang saya sadari sekarang, bahwa berani
sengsara Alloh akan menjadikan kita mulia.
a. Soal makan
Mengenai
makan sehari – hari, saya tidak menyangka bahwa saya dulu kuat melewati ini,
memang kami makan 3x dalam sehari. Tapi kualitas dan kuantitas nya sangat
memprihatinkan. Bagaimana tidak, satu piring atau nampan untuk empat santri. Sedangkan
lauk setiap harinya kami yaitu tahu putih yang tidak ada rasanya ditambah kuah
yang rasanya Cuma asin. Tidak Cuma itu, setiap pagi, kami hanya diberi jatah
makan hanya segenggam tangan nasi, tanpa lauk.
Memberi makan sebanyak puluhan ribu
santri, membuat kami tidak merasa sendirian. Kami bersatu daalam kesengsaraan,
agar kelak kami bersatu menuju kemuliyaan. Karena tidak tersedianya lauk di
pagi hari, kami menyediakan garam dapur untuk stok lauk di pagi hari. Karena kami
dilarang keras untuk membeli makanan di luar pesantren. Dan jika ketahuan, maka
akan dihukum.
b.
Soal air
Lebih
menyengsarakan lagi, air di pesantren kami dibatasi lokasi dan jadwal
mengalirnya. Sedangkan hajat BAB, BAK, dll tidak bisa dijadwal. Maka kami
berinisiatif untuk menyimpan air dengan jligen
atau bekas wadah minyak. Hal itu kami sediakan setiap saat, agar ketika
kami BAB atau BAK tidak kebingungan.
Jadwal
air mengalir kalau tidak salah pagi, sore, siang, malam mengikuti waktu sholat.
Karena sangat banyaknya santri, kamar mandi yang disediakan tidak mencukupi. Sehingga
kami mandinya di tepat wudhu depan masjid. Yang lubang kran tidak ada 1 cm. di situ tempat kami minum ( karena airnya
sangat jernih), wudhu, mandi, mencuci
baju, dsb. Kami pun diharuskan antri, bukan 2 atau 3 orang. Tapi bahkan sampai
puluhan santri. Jadi ketika kami menunggu giliran, kami harus sabar lamanya. Tapi
ketika kami mendapat giliran, harus buruan.
Karena
bosan mengantri di tempat wudhu, saya mencari cara lain. Saya dan teman-teman
mencari sumur jauh dari pesantren. Bahkan pernah di malam hari, karena tidak
ada jadwal air mengalir, kami keluar area pesantren untuk mencari sumur hanya
untuk mandi. Bahkan pula, ketika sumur pun penuh, saya mandi di kolam ikan,
yang memang kolamnya luas sekali, jadi tidak kotor.
c. Soal tidur
Perlu diketahui, kamar kami
ukuran 6 x 10 m (kalau tidak salah). Akan tetapi, di kamar yang sempit itu,
kami berjumlah sekitar 150 santri. Bisa dibayangkan, betapa tidak nyamanya jika
tidur di kamar. Bukan karena soal Kasur, tapi memang tidak muat jika semua
santri tidur di kamar.
Sehingga kami tidur tersebar
dimanapun. Yang paling banyak tidur di Masjid, jadi sepanjang hari, masjid tak
pernah sepi. Selalu penuh dengan ribuan santri. Ada pula yang di gedung
Olahraga. Dan lucu nya lagi, kami “terpaksa” disiplin, biarpun tidur kami harus
siap siaga. Siaga dari antrian air. Begitu pengurus membangunkan, kami bukan
bermalas-malasan, tapi langsung lari ke tempat air. Karena jika telat sedikit,
kami akan tertinggal.
Maka dari itu, ketika saya tidur,
saya bukan membawa Kasur. Tapi membawa peralatan mandi, jika nanti dibangunkan,
saya langsung lari. Pernah suatu hari, saya tidur di GOR, lalu sekitar jam 4
turun hujan, bukanya galau saya dan teman-teman senang sekali. Kami tanpa mengantri, langsung mandi di bawah
air hujan.
d. Soal pakaian
Kami
berjumlah ribuan, jadi tidak kaget jika barang sering hilang. Hal yang paling
cepet banget hilang yaitu sandal. Setiap masuk masjid, sandal harus dibungkus
dan dibawa ke dalam masjid. Jika tidak, maka pulang dalam keadaan tanpa sandal.
Tidak
Cuma itu, pakaian, sarung, celana juga rawan hilang. Dan yang paling
menyebalkan, lagi dijemur pun bisa saja hilang. Jadi harus benar – benar pintar
menjaga. Makanya pakaian saya diberi tanda, ada yang diberi nama, ada yang
dilubangi.
Karena
sering barang hilang, suatu hari, sarung dan celana saya tinggal 1 kalau tidak
salah. Jadi saya tidak punya ganti. Tidak mungkin beli di luar, karena
dilarang. Juga uang saya limit. Tidak mungkin pula saya mengambil punya orang
lain. Maka dengan terpaksa, saya mencari celana panjang dan sarung di tempat
sampah yang sudah berlumuran tanah, saya cuci, saya jemur dan saya pakai untuk
aktivitas. Dan menyebalkan lagi, sarung itu, masih juga diambil. Subhanalloh,
memang kami sangat dilatih untuk sabar.
e. Soal hiburan
Secara individual, kami tidak
bisa melakukan hiburan apa-apa. Tapi pesantren menyediakan banyak organisasi
agar ketika di hari libur kami bisa bermain. Ada organisasi Pramuka, KSR,
beladiri, Jurnalistik dsb. Selain itu pesantren terkadang mengadakan nonton
bareng Bioskop atau pertandingan bola. Sangat seru sekali, karena satu layar
lebar dilihat ribuan pasang mata manusia.
2. Menjadi Hobi Menulis
Karena
hidup yang setiap harinya penuh kesan, entah kesan bahagia atau sengsara. Maka saya
tuliskan dalam buku diari. Sering ada cerita setiap harinya. Saya jadi
terobsesi menulis, walaupun sekedar dalam diari.
Entah berbentuk curhat, narasi atau puisi kutuliskan dalam diari. Dan saya
tidak menyangka sudah ratusan lembar yang saya tulis.
Suatu
hari, Perpustakaan Pesantren mengadakan lomba puisi. Dengan iseng saya
mengikuti. Saya pilih puisi terbaik saya, lalu saya kumpulkan ke panitia. Dan Alhamdulillah,
saya tidak menyangka. Di daftar nama yang lolos, tertera nama saya “Ngubaidillah
dari Kebumen”. Padahal banyak sekali santri yang mengikuti kompetisi ini. Dari situ,
saya termotivasi untuk terus menulis. Saya lanjutkan membuat cerpen juga novel.
Tapi sayang, tidak ada yang membimbing, sehingga terhenti semuanya sekarang.
3. Berani vocal
Ketika saya mengikuti
pembelajaran di Pesantren, saya terkagum – kagum dengan santri yang jika
ditinjau dari segi usia, mereka tidak jauh dengan saya. Tapi kenapa mereka
sangat berani tampil di depan ratusan santri lain. Seolah – olah, mereka
memegang mikrofon lalu berbicara dihadapan santri lainya bukan lah suatu hal
menakutkan. Bahkan ada salah seorang santri yang mempunyai kekurangan, tidak
bisa melihat dengan normal, tapi bisa berbicara di depan dengan Bahasa arab,
kadang Bahasa Inggris juga Mandarin.
Hal ini memacu saya untuk
mengikuti mereka. Kita sama-sama hidup di pesantren, saya tidak boleh kalah. Maka
dari itu saya suatu hari memberanikan diri untuk memegang mikrofon dan
berbicara di depan ratusan santri. Dan hadilnya, sangat membuat saya grogi. Apa
yang tadinya saya haflkan, banyak hilang. Akan tetapi, setelah itu ada rasa
ketagihan. Dari modal ini lah, di kemudian hari saya berani tampil di berbagai
media public setelah keluar dari pesantren. ( baca di sini)
4. Mental wirausaha
Pesantren
kami didirikan oleh Habib Saggaf BSA dengan basic
atau pondasi kemandirian finansial. Beliau
tidak memungut sepeser pun dari wali santri untuk membiayai Pesantren. Beliau seorang
pengusaha kaya raya, sehingga mengajarkan santrinya untuk menjadi pengusaha.
Hal
ini tercermin dari banyak sekali unit usaha yang dimiliki oleh Pesantren, tapi
mengenai manajemen produksi, pemasaran sampai keuangan, santri yang mengatur
semuanya. Jika dipikir seksama, mana mungkin sebuah yayasan bisa memberi makan
kepada ribuan santri tanpa dipungut biaya sepeserpun. Padahal dalam sehari,
paling tidak membutuhkan beras 1 ton.
Tidak
lain ini karena keberkahan yang Alloh berikan kepada guru kami. (baca biografinya di sini). Sehingga semangat beliau begitu mengakar kuat di jiwa
kami. Termasuk semangat beliau dalam berwirausaha. Hal ini lah yang
mempengaruhi saya di kemudian hari untuk aktif berwirausaha. (baca di sini)
Demikian
beberapa momen saya di Pesantren Modern Nurul Iman – Bogor. Saya keluar tanggal
23 April 2012, dan melanjutkan kuliah S1 ( baca di sini). Alhamdulillah saya telah
menjadi bagian dari Pesantren Modern Nurul Iman yang sampai sekarang terus
berkembang. Bahkan ada santri yang mewakili Indonesia di Asian Games 2018, dan
teman saya ada yang mendapat beasiswa ke Turki. Dan masih banyak lagi prestasi
Nasional bahkan Internasional yang ditorehkan oleh “santri Abah”
Hikmah yang
bisa kita ambil
a. Dengan kesulitan,
kesengsaraan dan kesabaran, Alloh akan memberikan kita kemuliaan.
b. Semua akan merasakan
kehilangan, tapi jangan sampai kita kehilangan iman, dengan menghalalkan
berbagai cara untuk apa yang kita inginkan
c. Berguru lah jika ingin
mendapatkan keberkahan ilmu
Wallohu a’lam
Bandung, 26 Mei 2018 / 10
Ramadhan 1439
Ngubaidillah.,M.Pd