Biografi KH Hasyim Asyari
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
Silsilah keturunan
Muhammad Hasyim itu adalah nama kecil
pemberian orang tuannya, lahir didesa Gedang, sebelah timur Jombang pada
tanggal 24 dzulqo‟dah 1287 H atau
bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Asy‟ari
merupakan nama ayahnya yang berasal dari Demak dan juga pendiri pesantren keras
di Jombang.
kyai Asy‟ari
putra kyai Abdul Wahid putra kyai Abdul Halim putra kyai Abdurrahman (pangeran
Sambo) putra kyai Abdullah (Pangeran Benowo) putra kyai Abdurrahman.
Abdurrahman adalah Sayyid Abdurrahman putra Sayyid Umar putra Sayyid Muhammad
putra Sayyid Abu Bakar Basyaiban yang dikenal dengan Sunan Tajudin. Sayyid
Abdurrahman ini yang mempersunting putrinya Sunan Gunung Jati yaitu RA. Putri
Khodijah. Silsilah keturunan dari ayah Kyai Hasyim
Sedangkan ibunya Halimah juga merupakan
bangsawan yang masih mempunyai trah dari Jaka Tingkir. Silsilah ibunya adalah
sebagai berikut, nyai Halimah putri nyai Layyinah putri kyai Sihah putra kyai
Abdul Jabbar putra kyai Ahmad putra Pangeran Sambo bin Pangeran Benawa bin Jaka
Tingkir atau yang dikelan dengan Mas Karebet bin Lembu Peteng (Prabu Brawijaya
VI)
K.H Hasyim Asy‟ari
adalah anak ketiga dari sesepuh bersaudara yaitu Nafi‟ah,
Ahmad Sholeh, Radi‟ah, Hassan, Anis,
Fatanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi dan Adnan. Beliau merupakan seorang Kyai
keturunan bangsawan Majapahit dan juga keturunan „elit‟
Jawa. Selain itu, moyangnya, Kiai Sihah adalah pendiri Pesantren tambak beras
Jombang. Ia banyak menyerap ilmu agama dari lingkungan pesantren keluarganya. Adapun
Ibu KH. Hasyim Asy‟ari, merupakan anak
pertama dari lima bersaudara, yaitu Muhammad,Leler,Fadil, dan nyonya Arif.
Pernikahan
Semasa hidupnya Kyai Hasyim menikah 7
kali. Pertama, Pada tahun 1892 M.
saat Kyai Hasyim berusia 21 tahun, beliau dinikahkan dengan putri Kyai Ya‟kub
yang bernama Nafisah. Setelah beberepa bulan dari pernikahannya dengan Nyai
Nafisah, beliau bersama istri dan mertuanya berangkat menunaikan ibadah haji
dan menetap di Makkah. Belum sampai satu tahun di sana istri beliau melahirkan
putanya yang diberi nama Abdullah. Tidak lama setelah melahirkan Nyai Nafisah
meninggal dunia. Beberapa minggu sepeninggalan Nyai Nafisah, Abdullah putranya
juga meninggal dunia yang baru berusia 40 hari. Setelah itu Kyai Hasyim kembali
ke tanah air. Pada tahun 1893 beliau kembali ke Hijaz bersama Anis adiknya yang
tak lama kemudian meninggal di sana. Beliau mukim di Makkah sampai 7 tahun.
Pernikaha kedua beliau adalah dengan Khadijah putri kyai Romli Karangkates
Kediri. Dari istri ini beliau tidak dikaruniai anak. Khadijah meninggal dua
tahun setelah pernikahan.
Pernikahan ketiga beliau adalah dengan Nafiqah putri kyai Ilyas Sewulan
Madiun. Dari hasil perkawinannya beliau dikaruniai sepuluh anak, yaitu: Hannah,
Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim, Abdul Karim, Ubaidillah,
Mashuroh dan Muhammad Yusuf. Istri yang ketiga ini pun meninggal terlebih
dahulu pada tahun 1920 M.
Sepeninggalan istri ketiga beliau
menikah keempat kalinya dengan
Masruroh, putri kyai Hasan Kapurejo Pagu Kediri. Dari hasil perkawinannya
beliau memiliki empat anak: Abdul Qadir, Fatimah, Khodijah dan Muhammad Yaqub.
Julukan Hadratus Syaikh
Kyai Hasyim dijuluki sebagai Hadlratus
Syaikh yang berarti Maha Guru. Kiprahnya tidak hanya di dunia pesantren, beliau
ikut berjuang dalam membela negaa. Semangat kepahlawanannya tidak pernah surut.
Bahkan menjelang hari-hari akhir hidupnya, Bung Tomo da panglima besar Jenderal
Sudirman kerap mengunjungi Kyai Hasyim di Tebuireng Jombang untuk meminta nasehat
perihal perjuang kemerdekaan.
KH. Hasyim Asy‟ari
meninggal dunia pada tanggal 7 Ramadhan 1336/25 Juli 1947 karena terkena
tekanan darah tinggi. Hal ini terjadi setelah ia , mendengar berita dari
Jendral Sudirman dan bung tomo bahwa pasukan Belanda di bawah Jendral Spoor
telah kembali ke 45 Indonesia dan menang dalam pertempuran di Singosari
(Malang) dengan meminta korban yang banyak dari rakyat biasa. KH Hasyim Asy‟ari
sangat terkejut dengan peristiwa ini sehingga terkena serangn stok yang
menyebabkan meninggal dunia.
Riwayat Pendidikan
Dari kecil KH. Hasyim Asy‟ari
belajar sendiri dengan ayah dan kakeknya, kiai Usman. Bakat dan kecerdasan
beliau sudah mulai nampak sejak diasuh oleh keduanya, karena kecerdasan dan
ketekunannya tersebut di usia 13 tahun dibawah bimbingan ayahnya, beliau
mempelajari dasar-dasar tauhid,fiqih,tafsir dan hadist. Bahkan di uisa yang
tergolong masih sangat belia sang ayah menyuruhnya mengajar para santri di
pesantren yang dimilikinya.
Pada umur 15 tahun, beliau mulai
berkelana mencari pengetahuan agama Islam ke beberapa pesantren Langitan-Tuban,
Pesantren Trenggilis-Semarang, Pesantren Kademangan Bangkalan Madura dan
Pesantren Siwalan-Surabaya. Di Bangkalan beliau belajar tata bahasa, sastra
Arab, fiqih dan sufisme dari Kiai Khalil selama 3 bulan. Sedangkan di Siwalan,
beliau lebih memfokuskan pada bidang fiqih selama 2 tahun, dengan Kiai Ya‟kub.
Diperkirakan KH. Hasyim Asy‟ari
pernah belajar bersama Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), pertualangan beliau dalam
mencari ilmu juga sampai Semarang. Sesudah dari pesantren di Jawa, Kyai Ya‟qub
merekomendasikan kyai Hasyim Asy‟ari
untuk melanjutkan pendidikan kepada ulama-ulama terkenal di Makkah.
Diantara guru-guru beliau adalah Ahmad
Khatib Minankabawi. Di bawah
bimbingan Ahmad Khatib yang juga seorang ahli astronomi, matematika, dan
al-jabar, KH. Hasyim Asy‟ari juga belajar fiqih
mahzab Syafi‟i. ( klik di sini untuk biografi Imam Syafi’I )Ahmad Khatib tidak setuju
dengan pembaharuan Muhammad Abduh mengenai pembentukan mahzab fiqih baru,
beliau hanya setuju pada pendapatnya mengenai tarekat. Atas izin dari beliaulah
KH. Hasyim Asy‟ari mempelajari tafsir Al-Manar
karya Abduh. Dalam hal ini, KH. Hasyim Asy‟ari
tidak menganjurkan kitab ini dibaca oleh muridnya,
Pemikiran
KH. Hasyim Asy‟ari
setuju dengan dorongan Abduh untuk meningkatkan semangat muslim, tapi tidak
setuju dengan pendapat Abduh untuk membebaskan umat dari tradisi madzhab.
Berbeda dengan Abduh, KH. Hasyim Asy‟ari
percaya bahwa tidak mungkin memahami al-Qur‟an
dan hadits tanpa memahami perbedaan pendapat pemikiran hukum. Penolakan
terhadap madzhab, menurut beliau, akan memutarbalikan ajaran Islam.
Pemikiran keagamaan Kyai Hasyim juga
dipengaruhi oleh Syaikh Nawawi al-Bantani. Syaikh Nawawi adalah seorang
pengajar di Masjid alHaram yang merupakan asli putra nusantara. Ia
dianggap sebagai nenek moyang intelektualitas yang bermadzhab Syafi‟i
di nusantara. Banyak Kyai NU yang juga merupakan teman sejawat Kyai Hasyim
berguru kepada Syaikh Nawawi, di antaranya KHR. Asnawi Kudus, KH. Tubagus
Muhamammad Asnawi Purwakarta, Syaikh Muh}ammad Zainuddin. Perkembangan
intelektualitas Kyai Hasyim juga banyak dipengauhi oleh Syaikh Mahfuz at
Tirmasi. Peran penting yang diberikan Syaikh Mahfuz adalah wajar mengingat
selain sebagai pengajar di Masjid al-Haram
Kyai Hasyim dan Syaikh Khatib juga
pernah terlibat dalam perdebatan cukup serius terkait dengan Syarikat Islam
(SI). Kyai Hasyim begitu kritis terhadap kehadiran SI dan menuangkannya dalam
risalah Kuff al-‘Awwam ‘an al-Khaudi fi
Syarikat al-Islam. Melalui risalah tersebut, Kyai Hasyim mengkritik SI
adalah bid’ah dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kehadiran risalah tersebut
direspon oleh Syaikh Khatib dengan menerbitkan bantahan berupa risalah Tanbih al-‘Anam fi ar-Radd ‘ala Risalah Kaff
al-‘Awwam ‘an al-Khaud fi Syarikat al-Islam.
Karya – Karya
Diantara
karya-karya beliau yang berhasil didokumentasikan, terutama oleh cucu beliau,
yaitu KH. Ishamuddin Hadziq, adalah sebagai berikut :
1.
Adabul
„Alim wal Muta‟alim.
Menjelaskan tentang
etika seorang murid yang menuntut ilmu dan etika guru dalam menyampaikan ilmu.
Kitab ini diadaptasi dari kitab Tadzkirotu al-Sami‟
wa al-Mutakallim karya Ibu Jama‟ah alKinani.
2.
Risalah
Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama‟ah
(kitab lengkap)
Membahas tentang bergam
topik seperti kematian dan hari pembalasan, arti sunnah dan bid‟ah,
dan sebagainya.
3.
Al-Tibyan
Fi Nahyi „An
Muqatha‟ati Al-Arkam wa Al-„Aqarib Wa
AlIkhwan.
Berisi tentang
pentingnya menjaga silaturahmi dan larangan memutuskannya. Dalam wilayah sosial
politik, kitab ini merupakan salah satu bentuk kepedulian Kiai Hasyim dalam
masalah Ukhuwah Islamiyah.
4.
Muqaddimah
al-Qonun al-Asasi li jam‟ilayyat Nahdhatul ulama‟.
Karangan ini berisi
tentang pentingnya pemikiran dasar NU, terdiri dari ayat-ayat Al-Qur‟an,
hadis, dan pesan-pesan penting yang melandasi berdirinya organisasi NU. Boleh
dikata, kitab ini menjadi “bacaan
wajib” bagai para pegiat NU.
5.
Risalah
Fi Ta‟kid al-Akhdzi bi Madzhab al-A‟immah
al-Arba‟ah.
Karangan ini berisi
tentang pentingnya berpedoman kepada empat mazhab, yaitu Imam Syafi‟i,Imam
Maliki, Imam Hanafi, dan Imam 49 Ahmad bin Hambal tentunya memiliki makna
khusus. Mengapa akhirnya mengikuti jejak pendapt Imam empat tersebut? Temukan
jawaban di kitab ini.
6.
Mawa‟idz
Karangan ini berisi
tentang nasihat bagaimana menyelesaikan masalah yang muncul ditengah umat
akibat hilangnya kebersamaan dalam membangun pemberdayaan.
7.
Arba‟ina
Hditsan Tata,allaqu bi Mabadi‟i Jamiyyah Nahdlatul Ulama‟.
Karya ini berisi 40
hadis tentang pesan ketakwaan dan kebersamaan dalam hidup, yang harus menjadi
fondasi kuat bagi umat dalam mengarungi kehidupan.
8.
An-Nur
Al-Mubin Fi Mahabbati Sayyid Al-Mursalin.
Menjelaskan tentang
arti cinta kepada Rosul dengan mengikuti dan menghidupkan sunnahnya. Kitab ini
diterjemahkan oleh Khoirun Nahdhliyin dengan judul Cinta Rosul Utama.
9.
Ziyadah
Ta‟aliqat
Berisi tentang
penjelasan atau jawaban terhadap kritikan KH. Abdullah bin Yasin al-Fasuruwani
yang mempertanyakan pendapat Kiai Hasyim memperbolehkan, bahkan menganjurkan
perempuan mengenyam pendidikan. Pendapat Kiai Hasyim tersebut banyak disetujui
oleh ulama-ulam saat ini, kecuali KH. Abdullah bin Yasin alFasuruwani yang
mengkritik pendapat tersebut.
10.
Al-Tanbihat
Al-Wajibah Liman Yashna‟ Al-Mauylid bi Al-Munkarat.
Berisi tentang
nasehat-nasehat penting bagi orang-orang yang merayakan hari kelahiran nabi
Nabi dengan cara-cara yang dilarang agama.
11.
Dhau‟ul
Misbah fi Bayani Ahkam al-Nikah.
Kitab ini berisi
tentang hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan, mulai dari aspek hukum,
syarat rukun, hingga hak-hak dalam pernikahan.
12.
Risalah
bi al-Jasus fi Ahkam al-Nuqus
Menerangkan tentang
permasalahan hukum memukul kentongan pada waktu masuk waktu sholat.
13.
Risalah
Jami‟atul Maqashid.
Menjelaskan tentang
dasar-dasar aqidah Islamiyyah dan Ushul ahkam bagi orang mujkallaf untuk
mencapai jalan tasawuf dan derajat wusul ila allah.
14.
Al-Munasik
al-Shugra li qashid Ummu al-Qura.
Menerangkan tentang permasalahan
Haji dan Umrah.
Setidaknya ada 14 karya dari kyai Hasyim
yang sudah diterbitkan. Namun demikian masih ada beberapa menuskrip lagi yang
belum diterbitkan adalah Hasyiyah‟
ala Fath ar-rahman bi syarh Risalah al-wali ruslan li Syeikh al-Islam Zakariya
al-Anshari, ArRisalah at-Tawbidiyah, Al- Qolaid Fi Bayan ma Yajib min alAqoid,
AL-Risalah Al-Jama‟ah, Tamyiz Al-Haqq min al-Bathil,
alJasus fi Ahkam al-Nuqus dan manasik sbugbro. Ini
mengindikasikan bahwa beliau adalah kyai produktif dan memiliki kedalaman
ilmu.7
KH Hasyim Asy’ari dan
Nahdhatul Ulama (NU)
Selain masyhur dengan karena
intelektualnya, kyai Hasyim Asy‟ari juga dikenal
sebagai tokoh pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU). NU merupakan organisasi
Ahlisunnah Waljamaah yang terbesar di nusantara. Organisasi ini dibangun atas
atensi dari berbagai pihak dalam menangkal paham yang salah dari Islam. Beliau
mendirikan NU bersama Kyai Abdul Wahab Hasbullah, Syaikh Bisri Sansuri dan
ulama Jawa lain pada 16 Rajab 1344 H.27
Beliau juga meninggalkan sebuah lembaga
pendidikan yang cukup besar di Jawa. Pondok Pesantren Tebuireng beliau dirikan
pada 26 Rabi‟ul Awwal 1318 M. Dalam
perkembangannya pesantren Tebuireng mendirikan Madrasah Salafiyyah Syafi‟iyyah
yang memadukan antara pendidikan pesantren dan sekolah formal.28 Pesantren
Tebuireng adalah salah satu icon kebangkitan pesantren yang sedang mati suri di
tengah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia
Hikmah yang bisa
diambil
Sudah seharusnya generasi penerus NU
tidak hanya fanatisme buta, yaitu hanya membangga-banggakan sebagai bagian dari
organisasi terbesar di Indonesia. Akan tetapi berani mencontoh seperti founding father NU itu sendiri. Seperti
KH Hasyim Asy’ari. Entah itu sebagai Kyai atau santri, Pejabat atau Rakyat,
Dosen atau Mahasiswa dan sebagainya, tidak cukup hanya mengaku dirinya sebagai
NU.
Lalu
apa saja yang bisa kita ambil dari biografi di atas
1. Sebagai
santri : tidak ada kata henti dalam mengaji. Biarpun umur
menua, tapi semangat belajar tak pernah pudar.
2. Sebagai
kaum intelektual : bersifat kritis dengan ilmu atau pun
kondisi yang dihadapi. Biarpun dengan guru kita sendiri, tidak ada salahnya dikritisi.
Karena KH Hasyim Asy’ari pun berbeda pendapat dengan gurunya. Jangan sampai
dengan ketawadu’an kita, justru akan
berdampak matinya daya kritis kita bahkan sampai mengkultuskan guru
3. Sebagai
kyai atau guru : mau menerima segala pemikiran yang
berbeda, walaupun tidak semua disetujui. Sebagaimana KH Hasyim Asy’ari
mengambil sebagian pemikiran Muhammad Abduh. Jadi jangan puas dengan
berorganisasi NU, lalu menganggap organisasi lain tidak ada artinya. Justru ini
tidak mencontoh dari pendiri NU sendiri, yaitu KH. Hasyim Asy’ari
4. Sebagai
Politisi : jangan jadikan NU beserta pengikutnya hanya sebagai lumbung suara yang digunakan untuk memperebutkan jabatan birokrasi yang
hanya akan berakhir dengan sandungan korupsi.
5. Sebagai Orangtua : didiklah anak dengan sungguh – sungguh dari kecil sebelum akhirnya diserahkan
ke lembaga pendidikan. Jadi anak akan tumbuh optimal kesolehan dan kecerdasan.
Selain itu, permudah pernikahan. Sebagaimana
KH Hasyim Asy’ari menikah pada usia 21 tahun. Jika memang mengaku cinta kepada
beliau, seharusnya mencontoh apa yang beliau lakukan. Pada zaman dahulu saja
saat belum ada media teknologi KH hasyim menikah “dini”, apalagi sekarang
gambar tidak senonoh ada dalam genggaman. Kalau tidak segera dimudahkan
pernikahan, maka akan terbuka lebar pintu perzinahan, na’udzubillah
6. Sebagai
kader dan penerus NU. Jangan berhenti pada fanatisme buta
terhadap NU, yang hanya ikut - ikutan semata. Tapi contoh semua Pendiri NU, dari Kecerdasan, Kesolehan,
kekritisan bahkan sampai ketoleransian.
Wallohu a’lam
Ngubaidillah.,M.Pd
Bandung, 10 Juni 2018 / 26 Ramadhan 1439 H
Referensi
:
Abdurrahman
Mas‟ud,(2004).
Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama
dan Tradisi, Yogyakarta:LkiS
Aguk
Irawan, (2012). Penakluk Badai Novel
Biografi KH. Hasyim Asy’ari, Global Media Utama, Depok
Deliar
Noer, (1996). Gerakan Modern Islam di
Indonesia 1900-1942, LP3ES, Jakarta
Harry
Muhammad dkk., (2006). Tokoh-tokoh Islam
yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insani, Jakarta
Lathiful
Khuluq, (2000). Fajar Kebangunan Ulama,
Biografi KH. Hasyim Asy’ari, LKiS, Yogyakarta
MQ.
Al-madyuni. (2013). sang kyai tiga
generasi KH.hasyim asy‟ari,KH. A. Wahid Hasyim dan Gus Dur.
pustaka al-khumul. Jombang
Muhammad
Ishom Hadziq, (2012). al-Ta’rif bi
al-Mu’allif dalam Muhammad Hasyim Asy‟ari, Ab al-‘a>lim wa
al-muta’allim, Maktabah at-Turats al-Islami, Jombang