Multi Level Marketing (MLM) menurut Islam
Multi Level Marketing yang lebih dikenal
dengan MLM adalah : Sebuah sistem penjualan langsung, di mana barang dipasarkan
oleh para konsumen langsung dari produsen. Para konsumen yang sekaligus
memasarkan barang mendapat imbalan bonus. Bonus tersebut diambil dari
keuntungan setiap pembeli yang dikenalkan oleh pembeli pertama berdasarkan
ketentuan yang diatur.
Karena dipercaya dapat memberikan keuntungan
yang cukup besar kepada perusahaan, dewasa ini, berbagai jenis barang marak
dipasarkan dengan menggunakan marketing (pemasaran) pola MLM : perhiasan,
program komputer, minuman suplemen, kosmetik, kaset-kaset islami, dan
lain-lain.
Semenjak pemasaran barang pola MLM masuk ke
negeri-negeri Islam para ulama telah berbeda pendapat tentang hukumnya.
Pendapat Pertama : MLM Hukumnya
Mubah (Boleh)
Ini merupakan pendapat Lembaga Fatwa al-Azhar,
Mesir. Alasannya, karena dianggap sama dengan samsarah (perantara antara
penjual dan pembeli/calo).
Berikut
teks soal-jawab tentang perusahaan “BIZNAS”, salah satu perusahaan program
komputer di Timur Tengah yang berdiri pada tahun 2001, berpusat di Kesultanan
Oman, yang menggunakan sistem MLM dalam memasarkan produknya. Pada tahun 2008,
perusahaan ini telah memiliki 110.000 anggota yang tersebar di 50 negara.
Soal: Sebuah
perusahaan yang berpusat di Oman baru membuka cabang di Mesir, bernama “BIZNAS”
Perusahaan ini menjual program panduan belajar komputer, mencakup program
panduan menggunakan komputer, internet, panduan servis komputer, dan
program-program pembelajaran lainnya, selalu dimutakhirkan (update) melalui
situs resmi perusahaan, dijual seharga $90.
Pada saat pembelian produk, pembeli memperoleh
program atau dapat menjualnya kembali. Selain itu, dia mendapat kesempatan
untuk bergabung dalam jaringan untuk meraih keuntungan dengan cara memasarkan
barang kepada orang-orang terdekat. Karena dia telah berusaha meyakinkan pihak
lain untuk membeli produk dan juga telah membeli produk dan juga dia melatih
orang-orang yang membeli produk melaluinya untuk menggunakan produk dan
memasarkan ke pihak lain. Pada saat ia mendapatkan 9 orang pembeli produk baik
langsung maupun tidak, dengan syarat 2 orang pembeli produk langsung melaluinya
maka perusahaan akan memberikan bonus sebagai motivasi agar terus memasarkan
produk dan dia akan terus menerima bonus selama orang membeli produk melalui
jaringannya.
Pertanyaan saya, apakah boleh menerima bonus
sebagai imbalan atas usaha memasarkan barang serta melatih para pembeli baru?
Jawab :
Setelah menelaah pertanyaan yang disampaikan maka dewan memutuskan, “Usaha yang
dilakukan yaitu : sebagai perantara antara produsen dan konsumen untuk memasarkan
barang. Usaha ini termasuk samsarah. Dan samsarah sebagaimana dijelaskan oleh
para ahli fikih : bahwa apabila tidak terdapat penipuan, kezaliman, atau
menjelaskan barang tidak sesuai dengan hakikatnya pada saat memasarkan
barang/jasa maka uang hasil usaha sebagai perantara halal dan sama sekali tidak
ada keraguan.”
Fatwa
ini ditanggapi oleh banyak para peneliti ekonomi Islam.
Menurut
Dr. Husain Syahrani dalam disertasinya yang diajukan ke Fakultas Syariah,
Universitas Islam al-Imam Saud, Riyad, Arab Saudi yang berjudul “al-Taswiq al-Tijari wa Ahkamuhu fi al-Fiqh
al-Islami” bahwa fatwa ini tidak berarti membolehkan sistem MLM secara mutlak,
disebabkan beberapa hal:
1.
Fatwa tersebut berdasarkan deskripsi yang
disampaikan penanya tanpa mengkaji ulang secara langsung sistem yang digunakan
perusahaan yang bersangkutan, sebagaimana dijelaskan pada pembukaan fatwa.
Padahal, kalau penanya
menjelaskan hal-hal yang dapat memengaruhi hukum MLM kemukinan fatwanya
berbunyi lain, seperti bahwa pembelian produk merupakan syarat untuk dapat
memasarkan barang dan meraih bonus, lalu tujuan utama orang membeli produk
untuk ikut MLM adalah meraih bonus yang dijanjikan, perbandingan bonus yang
dijanjikan sangat jauh dibandingkan dengan harga produk dan usahanya memasarkan
barang.
Misalnya, BIZNAS menjanjikan bonus
sebanyak lima puluh ribu Dolar Amerika di akhir tahun, padahal harga produk
tidak lebih dari $99,- dengan perbandingan 0,3% harga produk dan bonus 99,7%
ini pasti membuat setiap orang yang membeli produk serta ikut jaringan
bertujuan mendapatkan bonus dan bukan menginginkan produk, karena ternyata
program-program yang dijual oleh BIZNAS dapat diperoleh dari beberapa situs di
internet secara gratis, serta usahanya untuk meraih bonus hanya cukup
memasarkan produk kepada dua orang di bawah tingkatan, kemudian dua orang
dibawah mencarai dua orang lagi dan seterusnya.
Juga tidak dijelaskan dalam
pertanyaan bahwa untuk mendapatkan bonus disyaratkan bahwa 9 penjualan harus
berasal dari downline jalur kiri-kanan seimbang, 5 penjualan dari downline kanan dan 4 dari kiri atau 6-3, jika seluruh
penjualan hanya dari satu jalur saja maka bonus gagal diperoleh sekalipun
ribuan penjualan.
2.
Fatwa ini tidak membolehkan secara mutlak akan
tetapi berkait, yaitu tidak terdapat penipuan, kecuarangan, dan kezaliman dalam
memasarkan produk.
Persyaratan ini tidak
terpenuhi dalam praktik MLM. Sebab, kenyataannya, pada saat memasarkan produk
dan sekaligus merekrut downline selalu dipenuhi kecurangan, penipuan, dan
kezaliman, di mana upline menjanjikan
bonus yang sangat besar kepada calon pembeli, padahal yang mendapatkan bonus
itu hanya 6% saja dari seluruh anggota. Ini namanya spekulasi tingkat tinggi
(judi), dengan janji itu pembeli bersedia membeli produk yang harganya jauh
lebih mahal dibandingkan harga sebenarnya, bahkan produk BIZNAS dapat diperoleh
secara gratis, ini adalah kezaliman dan kecurangan dalam penjualan produk.
3.
Fatwa yang menganggap MLM sama dengan samsarah
(calo) tidaklah tepat, karena terdapat perbedaan yang mendasar antara MLM dan
samsarah
Pendapat Kedua : Mlm Hukumnya
Tidak Boleh (Haram).
Ini
merupakan pendapat mayoritas para ulama kontemporer, juga fatwa Dewan Ulama
Kerajaan Arab Saudi, keputusan Lembaga Fikih Islam di Sudan, dan fatwa Pusat
Kajian dan Penelitian al-Imam al-Albani Yordania.
Menurut
Dr. Sami al-Suwailim (Direktur Pengembangan Keuangan Islam di Islamic
Development Bank, Jeddah dan bekas anggota Dewan Syariah Bank Al-Rajhi, Riyad)
dalam sebuah penelitiannya mengatakan bahwa MLM adalah perpanjangan dari Pyramid Scheme/ Letter Chain (pengiriman
uang secara berantai) yang berasal dari Amerika.
Tatkala
pemerintah setempat melarang praktik ini karena dianggap sebagai penipuan maka
sistem ini dikembangkan dengan memasukkan unsur barang/produk agar mendapat
legalitas dari pemerintah.
Sangat ironis, jika saja
Negara yang menganut sistem liberal dalam ekonominya-menghalalkan riba dan
judi- telah melarang praktek ini, kenapa juga ulama Islam masih ragu-ragu
menjatuhkan hukum praktik ini.
Ide
Asas Kerja MLM Adalah Sebagai Berikut:
A menyerahkan
uang sebanyak $100 kepada sebuah perusahaan dengan harapan mendapatkan bonus
yang jauh lebih besar dari nominal uang yang dibayar ke perusahaan tersebut.
Agar A mendapat bonus, dia harus mencari dua orang yang mau menyerahkan uang
$100 kepada perusahaan itu untuk menutupi uang A $100 dan agar dapat bonus
serta sisanya merupakan laba bagi perusahaan pengelola.
Kemudian B dan
C yang telah membayar masing-masing $100 ke perusahaan melalui perantara A agar
uangnya kembali dan mendapat bonus masing-masing harus mencari dua orang yang
mau menyerahkan uang $100.
Maka jumlah
orang pada level ini empat orang, begitulah seterusnya hingga skema piramida
ini membesar, di mana jumlah peserta di tingkat bawah lebih banyak daripada
jumlah tingkat atas.
Yang
pasti, semakin lama berjalan maka semakin susah untuk merekrut orang baru yang
mau menyerahkan uangnya kepada perusahaan pengelola dan pada suatu saat sampai
pada kondisi stagnan, tidak bergerak. Maka dapat dipastikan orang-orang yang
berada pada tingkat akhir mengalami kerugian dan jumlah anggota pada tingkat
ini adalah peserta terbanyak.
Ini
adalah sebuah penipuan, yaitu: memberikan keuntungan untuk sedikit orang dan
merugikan orang banyak. Dalam hitungan matematika, persentase anggota yang
mengalami kerugian mencapai 94% sedangkan anggota level atas yang meraih
keuntungan hanyalah 6% saja. Ini sangat jelas merupakan penipuan.
Oleh
karena itu, pemerintah Amerika telah melarang praktik Pyramid Scheme. Namun,
agar sistem ini dapat diakui oleh pemerintah maka pihak pengelola memasukkan
produk sebagai kedok. Dan namanya di ubah menjadi Multi Level Marketing, Direct Selling, dan lain-lain.
Hukum
Pyramid Scheme jelas haram karena mengandung unsur riba ba’i, yaitu: menukar
uang sejenis dengan cara tidak tunai dan tidak sama nominalnya , juga
mengandung unsur garar, yaitu: saat seseorang bergabung dengan sebuah jaringan
Pyramid Scheme dia tidak tahu apakah uang yang telah dibayarkannya akan kembali
ditambah bonus karena dia berada di tingkat atas, atau uang dan bonusnya hilang
karena statusnya berada pada tingkat bawah.
Bila
hukum ini telah disepakati maka selanjutnya yang perlu dikaji, apakah
penyertaan sebuah barang/produk ke dalam sistem ini dapat mengubah hukum MLM
menjadi halal atau tidak?
Seseorang
Yang Bergabung Dengan MLM Ada Tiga Macam:
a)
Seseorang yang murni bertujuan untuk menjadi
perantara antara produsen dan konsumen (agen) dengan sistem MLM.
Perantara ini tidak dapat
menjualkan produk sebagaimana layaknya perantara dalam sistem marketing biasa,
yaitu barang diambil terlebih dahulu berdasarkan kepercayaan kemudian ia
mendapat upah sekian persen dari hasil penjualan. Akan tetapi, ia diharuskan
terlebih dahulu membeli salah satu produk tersebut.
Proses ini jelas dilarang
dalam Islam karena terdapat dua akad dalam satu akad.
Dan tujuan di balik
persyaratan perantara harus membeli salah satu produk terlebih dahulu perlu
dicermati karena persyaratan ini merupakan indikasi kuat bahwa produk hanya
sebatas kedok untuk melegalkan Pyramid Scheme. Sebab, bila ia hanya sebatas
perantara tanpa membeli produk maka mata rantai Pyramid Scheme akan terputus.
Dengan demikian, pengelola jaringan akan mengalami kerugian karena bonus yang
diberikan jauh lebih besar daripada hasil penjualan barang.
b)
Seseorang yang bertujuan membeli produk saja
tanpa ambil peduli dengan bonus yang dijanjikan perusahaan MLM karena ia merasa
cocok dengan produknya.
Maka konsumen ini sesungguhnya telah
tertipu karena harga jual yang telah ditetapkan oleh perusahaan lebih dari 60%
dianggarkan untuk pemberian bonus. Hal ini disepakati oleh seluruh perusahaan
MLM. Maka pembeli yang hanya membeli barang saja dia telah tertipu karena harus
membayar 60% dari harga barang untuk bonus orang-orang dalam jaringan, padahal
ia membeli produk langsung dari tangan pertama.
Berbeda dengan harga yang
sampai ke tangannya melalui sistem marketing biasa sekalipun termasuk biaya
agen dan iklan, jika ia memotong jalur perantara maka dia dapat memperoleh
potongan harga. Persentase lebih dari 60 untuk bonus dan kurang dari 40 untuk
biaya produksi barang jelas bahwa status barang hanyalah sebagai kedok untuk
melegalkan Pyramid Scheme, di mana yang diinginkan adalah uang dan bukan
barang.
c)
Seseorang yang ikut bergabung dalam MLM dengan
tujuan bonus. Karena, bonus yang dijanjikan untuk tahun pertama saja sangat
besar dan jauh dibanding harga barang yang dipasarkan kepada kedua orang yang
sekaligus merupakan downline nya.
dan tujuan ini merupakan tujuan utama
mayoritas orang-orang yang bergabung dalam MLM, yaitu memperoleh bonus puluhan
juta rupiah. Dan mereka sama sekali tidak menghiraukan produk yang dijual dan
dibelinya. Dalam kasus ini jelas bahwa barang hanyalah sebagai kedok untuk
melegalkan Pyramid Scheme.
Dari
penjelasan di atas sangat jelas bahwa sistem MLM tidak berbeda hukumnya dengan
Pyramid Scheme, sekalipun disertakan barang/produk karena status barang
hanyalah sebagai kedok.
Hal
ini dicermati oleh Dewan Fatwa Kerajaan Arab Saudi, dengan fatwa no. 22936,
tanggal: 14-3-1425 H, yang berbunyi:
Soal :
Banyak pertanyaan masuk ke dewan fatwa tentang hukum MLM seperti “BIZNAS” dan
“Hibatul Jazirah”[4], inti sistem pemasarannya : setiap anggota berusaha
meyakinkan 2 orang untuk membeli produk, kemudian setiap pembeli tadi berusaha
meyakinkan 2 orang lagi untuk membeli. Semakin tinggi tingkatan peserta semakin
besar bonus yang didapatkan. Mencapai ribuan riyal.
Jawab :
Sistem ini (MLM) termasuk muamalat yang diharamkan karena tujuan orang yang
bergabung adalah bonus bukan barang. Terkadang bonus mencapai ribuan riyal,
sedangkan harga barang hanyalah ratusan riyal. Setiap orang yang berakal bila
ditawarkan pilihan barang dan bonus pasti akan memilih bonus. Oleh karena itu,
yang menjadi jargon perusahaan MLM menarik orang untuk membeli produknya adalah
besarnya bonus yang dijanjikan, sebagai imbalan harga barang yang tidak
seberapa bila dibandingkan dengan bonus yang akan diperoleh.
Berdasarkan
penjelasan hakikat sistem pemasaran ini maka hukumnya adalah haram sesuai
dengan dalil-dalil berikut:
1.
Sistem MLM mengandung unsur riba fadl dan
nasi’ah.
Setiap anggota menyerahkan
uang dalam jumlah kecil untuk mendapatkan uang dalam jumlah yang lebih besar.
Ini berarti uang ditukar dengan uang dengan nominal yang tidak sama dan tidak
tunai. Inilah riba yang diharamkan berdasarkan teks Alqur’an dan Hadis, beserta
Ijmak.
Sementara itu, status barang/produk yan
dijual perusahaan kepada konsumen hanyalah sebatas kedok, karena barang
bukanlah tujuan orang yang ikut dalam jaringan tersebut. Dengan demikian,
keberadaan barang tidak mempengaruhi hukum (menjadi halal).
2.
Sistem MLM mengandung unsur garar (spekulasi)
yang diharamkan syariat. Karena, setiap orang yang ikut dalam jaringan ini, ia
tidak tahu apakah akan berhasil merekrut anggota (downline ) dalam jumlah yang diinginkan atau tidak.
Sementara itu, jaringan ini
sekalipun terus beroperasi, pada suatu saat pasti akan terhenti; maka pada saat
ia bergabung ke dalam jaringan ia tidak tahu, apakah dia berada pada tingkat
atas sehingga dia akan beruntung ataukah dia akan berada pada tingkat bawah
sehingga dia akan rugi.
Dan kenyataannya, sebagian
besar anggota jaringan inilah hakikat garar. Yaitu, keberadaannya antara untuk
dan rugi, dengan rasio rugi lebih besar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang gharar, sebagaimana
diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Sahih-nya.
3.
Sistem MLM mengandung unsur memakan harta
manusia dengan cara yang batil.
Karena, yang mendapat
keuntungan dari sistem ini hanyalah perusahaan MLM dan sejumlah kecil anggota
dalam rangka mengelabui orang-orang untuk ikut bergabung.
Dalam hal ini teks Alqur’an
sangat jelas mengharamkan praktik ini. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil” [an-Nisa/2 : 29]
4.
Sistem MLM mengandung unsur penipuan,
menyembunyikan cacat dan pembohongan publik.
Dari sisi penyertaan
barang/produk dalam jaringan, seolah-olah ini adalah penjualan produk, padahal
sesungguhnya yang terjadi bukanlah demikian. Dan dari sisi menjanjikan bonus
yang sangat besar, namun jarang diperoleh setiap anggota. Ini adalah penipuan
yang diharamkan syariat. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي
“Tidak
termasuk golonganku orang yang menipu”. [HR Muslim]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
البَيِّعَانِ بِالخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مَحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Penjual
dan pembeli dibenarkan melakukan khiyar selagi mereka berada dalam satu majelis
dan belum berpisah. Jika keduanya jujur dan saling terbuka maka niscaya akad
mereka diberkahi. Dan jika keduanya berdusta dan saling menutupi cacat (barang)
maka niscaya dicabut keberkahan dari akad yang mereka lakukan.” [HR al-Bukhari
dan Muslim]
Kesimpulan
Dari
dua pendapat di atas, jelaslah bahwa pendapat yang terkuat adalah MLM hukumnya
haram. Adapun fatwa yang membolehkan, sebetulnya bukanlah membolehkan secara
mutlak, melainkan memboleh kan berkait, yakni bila persyaratan-persyaratan yang
ditentukan syariat terpenuhi; padahal, kenyataannya, semua persyaratan tersebut
dilanggar oleh sistem MLM.
Kemudian
perlu juga diingat bahwa MLM diharamkan bukan karena produknya, melainkan
karena sistem pemasarannya. Maka apa pun jenis produk yang dipasarkan dengan
sistem MLM, sekalipun produknya adalah barang-barang yang Islami, seperti CD
literatur Islam yang dijual oleh perusahaan “Hibatul Jazirah” Riyadh, atau
kaset-kaset dan CD yang berisi ceramah serta kajian keislaman yang dijual oleh
perusahaan “Madaar An Nuur” Mesir dengan sistem MLM hukumnya juga haram.
saya pun sepakat dengan
keharaman mlm, setelah saya menjadi praktisi MLM selama bertahun – tahun, (klikdi sini, alasan saya)
Wallohu a’lam
Bandung, 29 Mei 2018
Dr.
Erwandi, Harta Haram Muamalat Kontemporer,
cet. Ke-14,(Bogor : BMI, 2016).hlm. 352-361